SENYAP
Senyap, sepi. Tak banyak yang dapat dikatakannya, melihat semua kemungkinan-kemungkinan yang ada; ditinggal karena dikhianati ataupun memutuskan untuk pergi karena disakiti. Kedua kemungkinan terkesan sangat tak manusiawi. Maju salah, mundur pun kena p’rangkap. Tapi untungnya, pemikiran optimisnya—setidaknya—tidak membuat kemungkinan itu menjadi sebuah pedang yang membuatnya terkapar lemas tak berdaya. Perempuan hebat, mungkin, katanya mengakui dirinya sendiri. Acuh tak acuh, ia anggap perasaan tadi sebagai alat tahan banting untuk menguji dirinya yang ia rasa masih sedikit memberikan efek beban. Ia merasa lumrah jadinya dengan perihal perasaan jika dibandingkan dengan persoalan keuangan atau mengurusi pekerjaan rumah tangga yang bobot-bebet-nya lebih berat. Ia akan bersedia angkat t